Secara umum gender bisa dimaknai sebagai perbedaan yang bersifat sosial-budaya yang dialamatkan akibat perbedaan jenis kelamin. Secara biologis, laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan essensial yang tidak mungkin berubah. Bahwa laki-laki memiliki dzakar dan penis, sementara perempuan memiliki payudara, bisa hamil dan melahirkan, serta memiliki vagina. Tetapi laki-laki kemudian harus jantan, keras, dan perempuan harus lemah lembut serta kiprahnya harus di rumah saja, tentu bukan perbedaan yang essensial. Gaya hidup, olah tubuh, dan keseharian laki-laki dan perempuan lebih disebabkan oleh interaksi mereka dengan lingkungan social dan apresiasi mereka terhadap nilai-nilai budaya yang di sepakati bersama.
Setelah lebih dari delapan puluh tahun kekhalifahan islam, keadilan dan kesetaraan gender menjadi simbol perjuangan yang ingin diraih perempuan di berbagai belahan dunia manapun. Mayoritas Negara berkembang serempak berusaha mengimplementasikannya dalam kebijakan-kebijakan dalam negrinya. Keadilan serta kesetaraan gender merupakan sebuah perasa yang lekat dengan bahasa perjuangan para aktifis perempuan, kaum intelektual hingga para birokrat.
Sebagai din yang menyeluruh dan puma, islam memiliki pandangan yang khas dan berbeda secara diametral dengan pandangan demokrasi dalam melihat dan menyelesaikan masalah perempuan. Termasuk di dalam memandang bagaimana hakikat politik dna kiprah politik perempuan di dalam masyarakat. Hal ini terkait dengan bagaimana pandangan mendasar islam tentang keberadaan laki-laki dan perempuan di dalam kehidupan masyarakat. Sebagaimana diketahui, islam memandang bahwa perempuan hakikatnya sama dengan laki-laki, yakni sama-sama sebagai manusia, hamba Allah yang memiliki potensi dasar berupa akal, naluri dan kebutuhan fisik. Sedangkan dalam konteks masyarakat, islam memandang bahwa keberadaan perempuan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan laki-laki. Keduanya diciptakan untuk mengemban tanggung jawab yang sama dalam mengatur dan memelihara kehidupan ini sesuai dengan kehendak Allah swt sebagai pencipta dan pengatur makhlukNya (QS. 9:71, 51:56).
Pada tataran praktis, islam telah memberi aturan yang rinci berkenaan dengan peran dan fungsi masing-masing dalam menjalani kehidupan ini. Adakalanya sama dan adakalanya berbeda. Hanya saja ada perbedaan dan persamaan pada pembagian peran dan fungsi masing-masing ini tidak bisa di pandang sebagai adanya kesetaraan atau ketidaksetaraan gender. Pembagian tersebut semata-mata merupakan pembagian tugas yang dipandnag sama-sama pentingnya di dalam upaya mewujudkan tertinggi kehidupan masyarakat, yakni tercapainya kebahagiaan yang hakiki di bawah keridhoan Allah semata.
Islam telah memberikan hak-hak kaum perempuan secara adil, kaum perempuan tidak perlu meminta, apalagi menuntut atau memperjuangkannya seperti dalam ayat ini disebutkan sejumlah sifat yang dianggap baik oleh islam.
“sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (TQS. Al-Ahzab [33] 35)”.
Pesan utama yang hendak disampaikan ayat di atas adalah bahwa sifat-sifat baik itu dapat dimiliki kedua belah pihak, baik kaum laki-laki dan perempuan. Sebagai manusia, kedua pihak mempunyai hak dan kewajiban yang sama, pahala dan kebaikan di hari akhir pun di sediakan bagi kaum laki-laki dan kaum perempuan. Setiap individu akan dihisab berdasarkan perbuatan yang mereka lakukan di dunia. Jenis kelamin sama sekali tidak di pertimbangkan dalam masalah ini. Pada dasarnya bahwa gender dalam perspektif islam menganggap bahwa kaum perempuan mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki, yaitu sebagai hamba Allah. Oleh sebab itu, semestinya tidak ada seorangpun diantara manusia yang tertipu dengan berbagai prasangka dan propaganda kalangan media massa barat yang merasa takut dengan islam.
Artinya: “Barang siapa yang mengerjakan amal sholeh, baik laki-laki maupun perempuan baik dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya mereka pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS. An-Nahl [16]: 97).
Setelah lebih dari delapan puluh tahun kekhalifahan islam, keadilan dan kesetaraan gender menjadi simbol perjuangan yang ingin diraih perempuan di berbagai belahan dunia manapun. Mayoritas Negara berkembang serempak berusaha mengimplementasikannya dalam kebijakan-kebijakan dalam negrinya. Keadilan serta kesetaraan gender merupakan sebuah perasa yang lekat dengan bahasa perjuangan para aktifis perempuan, kaum intelektual hingga para birokrat.
Sebagai din yang menyeluruh dan puma, islam memiliki pandangan yang khas dan berbeda secara diametral dengan pandangan demokrasi dalam melihat dan menyelesaikan masalah perempuan. Termasuk di dalam memandang bagaimana hakikat politik dna kiprah politik perempuan di dalam masyarakat. Hal ini terkait dengan bagaimana pandangan mendasar islam tentang keberadaan laki-laki dan perempuan di dalam kehidupan masyarakat. Sebagaimana diketahui, islam memandang bahwa perempuan hakikatnya sama dengan laki-laki, yakni sama-sama sebagai manusia, hamba Allah yang memiliki potensi dasar berupa akal, naluri dan kebutuhan fisik. Sedangkan dalam konteks masyarakat, islam memandang bahwa keberadaan perempuan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan laki-laki. Keduanya diciptakan untuk mengemban tanggung jawab yang sama dalam mengatur dan memelihara kehidupan ini sesuai dengan kehendak Allah swt sebagai pencipta dan pengatur makhlukNya (QS. 9:71, 51:56).
Pada tataran praktis, islam telah memberi aturan yang rinci berkenaan dengan peran dan fungsi masing-masing dalam menjalani kehidupan ini. Adakalanya sama dan adakalanya berbeda. Hanya saja ada perbedaan dan persamaan pada pembagian peran dan fungsi masing-masing ini tidak bisa di pandang sebagai adanya kesetaraan atau ketidaksetaraan gender. Pembagian tersebut semata-mata merupakan pembagian tugas yang dipandnag sama-sama pentingnya di dalam upaya mewujudkan tertinggi kehidupan masyarakat, yakni tercapainya kebahagiaan yang hakiki di bawah keridhoan Allah semata.
Islam telah memberikan hak-hak kaum perempuan secara adil, kaum perempuan tidak perlu meminta, apalagi menuntut atau memperjuangkannya seperti dalam ayat ini disebutkan sejumlah sifat yang dianggap baik oleh islam.
“sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (TQS. Al-Ahzab [33] 35)”.
Pesan utama yang hendak disampaikan ayat di atas adalah bahwa sifat-sifat baik itu dapat dimiliki kedua belah pihak, baik kaum laki-laki dan perempuan. Sebagai manusia, kedua pihak mempunyai hak dan kewajiban yang sama, pahala dan kebaikan di hari akhir pun di sediakan bagi kaum laki-laki dan kaum perempuan. Setiap individu akan dihisab berdasarkan perbuatan yang mereka lakukan di dunia. Jenis kelamin sama sekali tidak di pertimbangkan dalam masalah ini. Pada dasarnya bahwa gender dalam perspektif islam menganggap bahwa kaum perempuan mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki, yaitu sebagai hamba Allah. Oleh sebab itu, semestinya tidak ada seorangpun diantara manusia yang tertipu dengan berbagai prasangka dan propaganda kalangan media massa barat yang merasa takut dengan islam.
Artinya: “Barang siapa yang mengerjakan amal sholeh, baik laki-laki maupun perempuan baik dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya mereka pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS. An-Nahl [16]: 97).
0 Komentar:
Post a Comment