REALITA
Beberapa lembaga telah melakukan survei terhadap populasi mereka. Salah satu contoh adalah data anak jalanan highrisk dari sebuah lembaga swadaya masyarakat tahun 2010 yang melakukan pendataan secara terperinci yang jumlahnya lebih sedikit dari data sebuah lembaga swadaya masyarakat lainnya yang melakukan quick mapping, terdapat 222 orang anak jalanan yang terdiri dari 70% laki-laki dan 30%. Dijalanan mereka bekerja disektor informal yang beresiko tinggi untuk seorang anak dibawah umur 18 tahun dan cenderung ekploitatif. Terdapat 18 titik tempat mereka beraktifitas yaitu, Terminal terpadu amplas, Lampu merah Simpang Glugur, Bundaran Majestic, Pasar Petisah, Simpang Pulau Brayan, Simpang Sei Sikambing, Simpang Halat (Jl. Sisingamangaraja), Jembatan penyebrangan jl. Gatot Subroto. Simpang titi kuning, simpang cemara, Simpang Pos, Terminal Pinang Baris, Tengkolan Pinang baris, Sp. Kampung Lalang, Pasar kampung lalang, simpang Aksara dan pasar Central Sambu.
Sampai saat ini masih sangat banyak anak jalanan di kota Medan, yang menurut pantauan mayoritas masih didominasi oleh anak-anak jalanan yang sudah berada dijalanan mulai dari tahun 2009 lalu. Mari kita coba kembali pantau tempat2 tersebut, masih banyak anak jalanan yang beraktifitas didaerah yang disebutkan diatas. Bahkan ada beberapa tempat yang tidak terdeteksi didata yang disebutkan diatas, Contohnya Simpang Sumber Utama (Jl. Sisingamangaraja), Warkop Harapan, Simpang Brimob, Pintu 1 USU, Simpang Juanda-Polonia, Simpang Juanda-Brigjen Katamso. Mayoritas dari populasi anak jalanan masih didominasi oleh "Pemain Lama".
Sampai saat ini masih sangat banyak anak jalanan di kota Medan, yang menurut pantauan mayoritas masih didominasi oleh anak-anak jalanan yang sudah berada dijalanan mulai dari tahun 2009 lalu. Mari kita coba kembali pantau tempat2 tersebut, masih banyak anak jalanan yang beraktifitas didaerah yang disebutkan diatas. Bahkan ada beberapa tempat yang tidak terdeteksi didata yang disebutkan diatas, Contohnya Simpang Sumber Utama (Jl. Sisingamangaraja), Warkop Harapan, Simpang Brimob, Pintu 1 USU, Simpang Juanda-Polonia, Simpang Juanda-Brigjen Katamso. Mayoritas dari populasi anak jalanan masih didominasi oleh "Pemain Lama".
LOGIKA
Mereka masih dijalanan saat ini.
Berarti mereka hanya didata setiap tahunnya, tidak ada solusi tepat untuk mengatasinya.
Sebuah solusi yang tergolong bersifat "Pembersihan" melalui razia, Mereka semakin anarkis dan melawan.
Berati solusi yang bersifat musiman dan yang menurut pemberitaan dari media-media cenderung tidak manusiawi bagi seorang anak sangat terlalu amat tidak tepat.
Beberapa lembaga telah mencanangkan beberapa program pencegahan, penanggulangan, penarikan, pemberdayaan dan lain sebagainya baik independen maupun pemerintah dan telah disetujui pendanaannya beberapa tahun lalu.
Berarti programnya tidak berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan, media saat ini sepi dengan nama anak jalanan, apalagi berita bahwa mereka telah teratasi.
Berarti programnya tidak berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan, media saat ini sepi dengan nama anak jalanan, apalagi berita bahwa mereka telah teratasi.
Saat ini polpulasi mereka bertambah, lebih parahnya lagi diakomodir oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab
Berarti program pencegahan secara keseluruhan dapat dikatakan gagal
Berarti program pencegahan secara keseluruhan dapat dikatakan gagal
Terdapat beberapa tempat pembinaan bagi anak-anak jalanan. Tetapi mereka mampu lari dari tempat tersebut dan kembali kejalanan.
Kenapa? apa yang salah? mengapa mereka tidak betah sampai melarikan diri?
Berarti selama ini hanya dilakukan analisis terhadap keberadaan anak jalanan yang kemudian menempatkan mereka sebagai salah satu "Fenomena". Data yang memetakan mereka menjadi rekomendasi untuk mempermudah pemetaan dalam melakukan "pembersihan" oleh pihak berwenang dibidang tata kota yang cenderung menggunakan metode "kejar-tangkap" dan menciptakan ketakukan bukan untuk pembinaan dengan pendekatan. Akibatnya terjadi perlawanan bahkan terdengar kata-kata tak senonoh.
Pertanyaannya...... Lalu kemana mereka dibawa? apakah mereka dipenjarakan seperti layaknya seorang kriminal? Kriminalisme apa yang mereka perbuat? atau ditempatkan disebuah wadah pembinaan? apakah tempat tersebut layak untuk seorang anak? apakah tempat tersebut bisa memastikan bahwa mereka tidak akan lari? apakah tempat tersebut layak sebagai sebuah wadah pembinaan? apakah ditempat tersebut terdapat pembina yang mampu memperbaiki kebiasaan hidup mereka dengan tidak mengesampingkan psikologi mereka? apakah ditempat tersebut ada pembina akhlak yang berakhlak? apa ditempat tersebut terdapat pegawai pembina yang mampu menerima mereka dengan segala tingkah laku dan kebiasaan mereka? seberapa lama mereka disana? jika ada jangka waktu tertentu atau kriteria-kriteria tertentu mereka dapat keluar dari sana, apakah ada jaminan mereka tidak kembali kejalanan dan mendapatkan kehidupan yang layak? atau mereka akan selamanya disana?
Simak Pendapat (dikutip dari :Harian Jurnal Medan Edisi Minggu 11/09/2011)
Suhartini, S.Sos ( Direktur Eksekutir Madya Insani )
"Bila dibiarkan anak jalanan bakal menjadi ancaman masalah sosial yang kompleks"
"Keberadaan anak-anak tersebut sebagian besar diikutsertakan oleh orangtua mereka, orang dewasa lain yang memanfaatkan anak untuk memperoleh sumbangan dan juga dibawa oleh saudara tua mereka"
"Bekerja disektor informal, pekerjaan penuh resiko dan cenderung eksploitatif merupakan kondisi umum aktifitas anak jalanan untuk mendapatkan uang"
2. Drs. Rustam Pakpahan, MA ( Kepala PPKP SDM IAIN-SU dan aktifis serta peneliti ilmiah isu anak jalanan)
"Dengan mengasihani atau membenci anak jalanan tidak serta merta mereka bisa berubah"
"Dijalanan tidak ada kode moral yang harus ditaati. Perlu ada transisi untuk mengembalikan mereka kepada masyarakat yang normatif. Mereka harus dilihat sebagai korban. Penanganan anak jalanan tidak bisa dengan kekerasan Satpol PP. Keras beradu keras, anak jalanan jagonya"
3. Hasyim, SE (Ketua Komisi C DPRD Medan)
"Pemko tidak serius, padahal masalah anak jalanan sangat rentan dengan tindak kejahatan jika tidak dibina dan diarahkan"
"Kebiasaan pemerintah selalu tidak respon ketika satu masalah masih skala kecil, tetapi setelah membesar baru kewalahan"
"Tidak hanya berhenti sampai sebatas pelatihan saja"
"Lihat saja anak jalanan yang ngamen di persimpangan jalan atau di bus dan kereta api. Ini bukti bahwa mereka punya kemampuan"
"Awasi kinerja lembaga yang menangani, audit keuangan secara transparan"
"Anak jalanan punya naluri yang cepat untuk mengambil keputusan dalam situasi sulit dan keputusan itu harus diambil sendiri tanpa harus dibahas"
"Seharusnya anak jalanan usia sekolah itu berada dirumah untuk belajar atau istirahat seperti anak-anak lainya"
4. Ali ( Mantan anak jalanan / Pengurus halaman komunitas D'gembel Community di salah satu jejaring sosial )
"Hidup dijalanan sangat rentan terlibat dengan dunia kejahatan"
"Percuma kalau hanya dilatih tanpa dibekali modal atau diberi tempat bekerja. Ilmu yang didapat lama kelamaan akan lupa dan hilang sama sekali"
"sayang tidak ada dukungan untuk menindaklanjuti kreatifitas mereka"
Plus-Minus :
Kenapa? apa yang salah? mengapa mereka tidak betah sampai melarikan diri?
Berarti selama ini hanya dilakukan analisis terhadap keberadaan anak jalanan yang kemudian menempatkan mereka sebagai salah satu "Fenomena". Data yang memetakan mereka menjadi rekomendasi untuk mempermudah pemetaan dalam melakukan "pembersihan" oleh pihak berwenang dibidang tata kota yang cenderung menggunakan metode "kejar-tangkap" dan menciptakan ketakukan bukan untuk pembinaan dengan pendekatan. Akibatnya terjadi perlawanan bahkan terdengar kata-kata tak senonoh.
Pertanyaannya...... Lalu kemana mereka dibawa? apakah mereka dipenjarakan seperti layaknya seorang kriminal? Kriminalisme apa yang mereka perbuat? atau ditempatkan disebuah wadah pembinaan? apakah tempat tersebut layak untuk seorang anak? apakah tempat tersebut bisa memastikan bahwa mereka tidak akan lari? apakah tempat tersebut layak sebagai sebuah wadah pembinaan? apakah ditempat tersebut terdapat pembina yang mampu memperbaiki kebiasaan hidup mereka dengan tidak mengesampingkan psikologi mereka? apakah ditempat tersebut ada pembina akhlak yang berakhlak? apa ditempat tersebut terdapat pegawai pembina yang mampu menerima mereka dengan segala tingkah laku dan kebiasaan mereka? seberapa lama mereka disana? jika ada jangka waktu tertentu atau kriteria-kriteria tertentu mereka dapat keluar dari sana, apakah ada jaminan mereka tidak kembali kejalanan dan mendapatkan kehidupan yang layak? atau mereka akan selamanya disana?
Simak Pendapat (dikutip dari :Harian Jurnal Medan Edisi Minggu 11/09/2011)
Suhartini, S.Sos ( Direktur Eksekutir Madya Insani )
"Bila dibiarkan anak jalanan bakal menjadi ancaman masalah sosial yang kompleks"
"Keberadaan anak-anak tersebut sebagian besar diikutsertakan oleh orangtua mereka, orang dewasa lain yang memanfaatkan anak untuk memperoleh sumbangan dan juga dibawa oleh saudara tua mereka"
"Bekerja disektor informal, pekerjaan penuh resiko dan cenderung eksploitatif merupakan kondisi umum aktifitas anak jalanan untuk mendapatkan uang"
2. Drs. Rustam Pakpahan, MA ( Kepala PPKP SDM IAIN-SU dan aktifis serta peneliti ilmiah isu anak jalanan)
"Dengan mengasihani atau membenci anak jalanan tidak serta merta mereka bisa berubah"
"Dijalanan tidak ada kode moral yang harus ditaati. Perlu ada transisi untuk mengembalikan mereka kepada masyarakat yang normatif. Mereka harus dilihat sebagai korban. Penanganan anak jalanan tidak bisa dengan kekerasan Satpol PP. Keras beradu keras, anak jalanan jagonya"
3. Hasyim, SE (Ketua Komisi C DPRD Medan)
"Pemko tidak serius, padahal masalah anak jalanan sangat rentan dengan tindak kejahatan jika tidak dibina dan diarahkan"
"Kebiasaan pemerintah selalu tidak respon ketika satu masalah masih skala kecil, tetapi setelah membesar baru kewalahan"
"Tidak hanya berhenti sampai sebatas pelatihan saja"
"Lihat saja anak jalanan yang ngamen di persimpangan jalan atau di bus dan kereta api. Ini bukti bahwa mereka punya kemampuan"
"Awasi kinerja lembaga yang menangani, audit keuangan secara transparan"
"Anak jalanan punya naluri yang cepat untuk mengambil keputusan dalam situasi sulit dan keputusan itu harus diambil sendiri tanpa harus dibahas"
"Seharusnya anak jalanan usia sekolah itu berada dirumah untuk belajar atau istirahat seperti anak-anak lainya"
4. Ali ( Mantan anak jalanan / Pengurus halaman komunitas D'gembel Community di salah satu jejaring sosial )
"Hidup dijalanan sangat rentan terlibat dengan dunia kejahatan"
"Percuma kalau hanya dilatih tanpa dibekali modal atau diberi tempat bekerja. Ilmu yang didapat lama kelamaan akan lupa dan hilang sama sekali"
"sayang tidak ada dukungan untuk menindaklanjuti kreatifitas mereka"
Plus-Minus :
- Anak jalanan akan menjadi masalah serius jika dibiarkan, mereka anak menjadi krimal kompleks karena kehidupan mereka tanpa ada kode moral yang harus ditaati dan kebutuhan mereka terhadap ekonomi didukung dengan keberanian untuk melakukan kekerasan dan pemberontakan.
- Pemko tidak serius dan kurang respon terhadap permasalahan anak jalanan bahkan tidak melakukan pengawasan khusus terhadapa lembaga-lembaga yang didanai untuk menjalankan program menyangkut anak jalanan.
- Selama ini program yang ada hanya sebatas pelatihan saja
- Mereka seharusnya ada dirumah dan sekolah, bukan dijalanan
- Ada pihak yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan mereka
- Penanganan tidak bisa dilakukan melalui kekerasan
- Anak jalanan memiliki kemampuan
- Anak jalanan punya naluri yang cepat dalam mengambil keputusan
- Mereka bisa menjadi lebih baik jika ada arahan dan pendampingan secara intensif
- Anak Jalanan memiliki kretifitas
Oleh : Hafidz M, A.Md ( Project Coordinator Madya Insani )
0 Komentar:
Post a Comment