-- Realita Implementasi UUD Dasar 1945 “Fakir Miskin dan Anak-Anak Terlantar Dipelihara Oleh NEGARA” --
(Realita Perlindungan dan Pemeliharaan Masyarakat Marginal)
Secara teori yang acuannya terhadap UUD 1945, Negara wajib memelihara seluruh warganya dan khusus kelompok marginal seperti fakir miskin dan anak terlantar mendapatkan tempat sebagai salah satu poin khusus pada pasal terpisah. Namun dilihat dari kenyataan yang terjadi saat ini, tidak semua warga Negara mendapatkan jaminan UUD 1945 tersebut bahkan ada yang tidak tersentuh sama sekali oleh jaminan tersebut.
Kondisi masyarakat marginal saat ini malah semakin bertambah parah, anak jalanan tetap berada ditempatnya bahkan seperti layaknya sebuah organisasi, ada generasi penerus setiap tahunnya. Pengangguran masih membludak, baik yang timbul di akhir periode pendidikan dengan tamatan suatu instansi pendidikan yang berjumlah ribuan, korban dari pemecatan secara sepihak dari beberapa perusahaan maupun pengangguran yang telah bertahun-tahun “berpengalaman” sebagai pengangguran sejati yang kemudian banyak diantaranya menempuh jalur Instant seperti mengemis, mencopet, mencuri, merampok, menipu dan lan sebagainya.
Apakah pemerintah tidak punya program untuk rencana penyelesaian masalah ini ? jawabanya “ADA” bahkan banyak sekali dan selalu menjadi topik utama dalam tiap pembahasan penyusunan program. Hal ini telah dilakukan oleh elit-elit politik jauh sebelum mereka terpilih, mulai dari sosialisasi kepada teman dan kerabat, mencari dukungan dan simpati masyarakat lewat media sampai saat masa kampanye tiba. Tapi setelah terpilih, hal itu seperti terlupakan atau mungkin sengaja dilupakan. Masih menjadi sebuah tanda tanya besar mengapa program-program yang telah banyak dijanjikan tidak berjalan sesuai dengan khayalan yang digambarkan sebelumnya. Apakah mereka tidak punya kemampuan untuk menjalankannya? Atau tidak adanya anggaran untuk program tersebut? Realita membuktikan bukan karena kedua faktor ini karena mereka adalah kumpulan orang-orang intelektual dan adanya anggaran yang setiap tahunnya disediakan untuk penentasan kemiskinan diberbagai kategori populasi masyarakat miskin, mulai dari pelosok pedesaan sampai dengan tetangga mereka sendiri.
Ironisnya beberapa program yang disebutkan sebagai program pembinaan dilakukan lewat kegiatan razia. Alasannya sangat tidak manusiawi, lebih mementingkan keindahan pembanguan dari pada sisi kemanusian terhadap poulasi yang seharusnya memdapatkan perhatian khusus. Mereka dianggap sampah masyarakat, mereka dianggap membuat semak kota.
Mari kita kesampingkan alasan tersebut dan bertanya apakah program pembinaan tersebut berhasil menyelesaikan masalah ? jawabannya “TIDAK” mereka kemudian dikembalikan kampung halamannya dan kemudian mereka kembali keaktifitas semula karena masalah yang sama, ekonomi. Tidak tahu bagaimana bentuk pembinaan yang diimplementasikan, yang jelas mereka keluar tanpa perubahan apalagi dukungan disektor perekonomian.
Anak jalanan dengan program penarikan anak jalanan, pembinaan anak jalanan, pelatihan lifeskill untuk anak jalanan dan lain-lain, tetapi hasilnya anak jalanan tetap dijalanan bahkan setiap tahunnya bertambah dengan wajah-wajah baru. Masyarakat miskin dengan program bantuan langsung tunai, raskin, subsidi, kewirausahaan, penyuluhan, pemberdayaan masyarakan, tapi masyarakat miskin tetap berada dibawah garis kemiskinan atau sedikit naik lebih tinggi, berada di garis kemiskinan yang sama-sama tetap dalam kondisi miskin dan masih terus mengais lembaran rupiah dipinggiran kota bahkan harus dengan cara mengemis dan beberapa cara lainnya yang dihalalkan.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah pemerintahan sekarang masih memegang tegus peraturan yang tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945 ? Jika jawabannya ya, apakah UUD 1945 ini menjadi sebuah amanah yang harus direalisasikan atau hanya ungkapan formalitas yang harus diikrarkan dalam janji dan sumpah jabatan ? Jika tidak, maka Undang-Undang mana yang dijadikan dasar pemerintahan sekarang ? seberapa kuatkah posisi undang-undang tersebut dibandingkan UUD 1945 ?
Secara teori yang acuannya terhadap UUD 1945, Negara wajib memelihara seluruh warganya dan khusus kelompok marginal seperti fakir miskin dan anak terlantar mendapatkan tempat sebagai salah satu poin khusus pada pasal terpisah. Namun dilihat dari kenyataan yang terjadi saat ini, tidak semua warga Negara mendapatkan jaminan UUD 1945 tersebut bahkan ada yang tidak tersentuh sama sekali oleh jaminan tersebut.
Kondisi masyarakat marginal saat ini malah semakin bertambah parah, anak jalanan tetap berada ditempatnya bahkan seperti layaknya sebuah organisasi, ada generasi penerus setiap tahunnya. Pengangguran masih membludak, baik yang timbul di akhir periode pendidikan dengan tamatan suatu instansi pendidikan yang berjumlah ribuan, korban dari pemecatan secara sepihak dari beberapa perusahaan maupun pengangguran yang telah bertahun-tahun “berpengalaman” sebagai pengangguran sejati yang kemudian banyak diantaranya menempuh jalur Instant seperti mengemis, mencopet, mencuri, merampok, menipu dan lan sebagainya.
Apakah pemerintah tidak punya program untuk rencana penyelesaian masalah ini ? jawabanya “ADA” bahkan banyak sekali dan selalu menjadi topik utama dalam tiap pembahasan penyusunan program. Hal ini telah dilakukan oleh elit-elit politik jauh sebelum mereka terpilih, mulai dari sosialisasi kepada teman dan kerabat, mencari dukungan dan simpati masyarakat lewat media sampai saat masa kampanye tiba. Tapi setelah terpilih, hal itu seperti terlupakan atau mungkin sengaja dilupakan. Masih menjadi sebuah tanda tanya besar mengapa program-program yang telah banyak dijanjikan tidak berjalan sesuai dengan khayalan yang digambarkan sebelumnya. Apakah mereka tidak punya kemampuan untuk menjalankannya? Atau tidak adanya anggaran untuk program tersebut? Realita membuktikan bukan karena kedua faktor ini karena mereka adalah kumpulan orang-orang intelektual dan adanya anggaran yang setiap tahunnya disediakan untuk penentasan kemiskinan diberbagai kategori populasi masyarakat miskin, mulai dari pelosok pedesaan sampai dengan tetangga mereka sendiri.
Ironisnya beberapa program yang disebutkan sebagai program pembinaan dilakukan lewat kegiatan razia. Alasannya sangat tidak manusiawi, lebih mementingkan keindahan pembanguan dari pada sisi kemanusian terhadap poulasi yang seharusnya memdapatkan perhatian khusus. Mereka dianggap sampah masyarakat, mereka dianggap membuat semak kota.
Mari kita kesampingkan alasan tersebut dan bertanya apakah program pembinaan tersebut berhasil menyelesaikan masalah ? jawabannya “TIDAK” mereka kemudian dikembalikan kampung halamannya dan kemudian mereka kembali keaktifitas semula karena masalah yang sama, ekonomi. Tidak tahu bagaimana bentuk pembinaan yang diimplementasikan, yang jelas mereka keluar tanpa perubahan apalagi dukungan disektor perekonomian.
Anak jalanan dengan program penarikan anak jalanan, pembinaan anak jalanan, pelatihan lifeskill untuk anak jalanan dan lain-lain, tetapi hasilnya anak jalanan tetap dijalanan bahkan setiap tahunnya bertambah dengan wajah-wajah baru. Masyarakat miskin dengan program bantuan langsung tunai, raskin, subsidi, kewirausahaan, penyuluhan, pemberdayaan masyarakan, tapi masyarakat miskin tetap berada dibawah garis kemiskinan atau sedikit naik lebih tinggi, berada di garis kemiskinan yang sama-sama tetap dalam kondisi miskin dan masih terus mengais lembaran rupiah dipinggiran kota bahkan harus dengan cara mengemis dan beberapa cara lainnya yang dihalalkan.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah pemerintahan sekarang masih memegang tegus peraturan yang tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945 ? Jika jawabannya ya, apakah UUD 1945 ini menjadi sebuah amanah yang harus direalisasikan atau hanya ungkapan formalitas yang harus diikrarkan dalam janji dan sumpah jabatan ? Jika tidak, maka Undang-Undang mana yang dijadikan dasar pemerintahan sekarang ? seberapa kuatkah posisi undang-undang tersebut dibandingkan UUD 1945 ?
0 Komentar:
Post a Comment